9. Teknik Penyanggaan TEROWONGAN
9.1. DEFORMASI TEROWONGAN TANPA
PENYANGGA
Untuk
memahami bagaimana tekanan penyangga bekerja dan respons massa batuan di sekitar penggalian terowongan
dapat dijelaskan pada Gambar 9.1. di bawah ini.

Gambar 9.1.
Respons massa
batuan di sekitar terowongan yang sedang digali.
Misalkan
titik pengukuran ditempatkan di ujung terowongan yang sedang digali dan
penyangga belum dipasang. Perpindahan yang dapat diukur
dimulai pada jarak 0,5D di depan face (D= diameter terowongan).
Selanjutnya, di face perpindahan radial mencapai 0,33 harga perpindahan
maksimum (0,33 Umax). Perpindahan radial mencapai harga final
kira-kira pada jaraj 1,5 D di belakang face, dimana fungsi face sebagai
penyangga sudah tidak efektif lagi (Gambar 9.1).
Bila massa batuan cukup kuat menahan
runtuhan, maka yang terjadi adalah perpindahan elastis. Terjadinya perpindahan
elastis yang menyusul perpindahan plastis tidak berarti serta merta terowongan
akan runtuh. Massa batuan masih mempunyai kekuatan yang cukup, karena tebal
zona plastis relatif kecil dibandingkan dengan radius terowongan. Yang akan
terjadi hanyalah retakan-retakan baru dan sejumlah kecil batuan di dinding yang
lepas dan jatuh (spalling).
Runtuhan yang sebenarnya akan terjadi
jika zona plastis yang tebal dan terjadi perpindahan ke arah dinding, massa
batuan yang terlepas dan berjatuhan akan semakin bertambah dan terowongan tanpa
penyangga akan runtuh.
9.2.
Kurva Beban – Deformasi
Tujuan utama merancang penyangga
pada lubang bukaan di bawa tanah adalah untuk membantu massa batuan menyangga
dirinya sendiri. Gambar 9.2. adalah contoh suatu terowongan yang digali dengan
seluruh permukaan kerja (full face) dengan pemboran dan peledakan, menggunakan
penangga besi baja (stell set support) yang dipasang sesudah pembersihan dan
pengeluaran asap (mucking) dari terowongan. Tegangan
in-situ horizontal dan vertikal dianggap sama = Po.
-
Pada tahap I, permukaan kerja terowongan
belum mencapai potongan x – x. Massa batuan yang
berada pada bagian dimana terowongan akan dibuat dalam keadaan seimbang dengan massa batuan
disekelilingnya. Tekanan yang diberikan oleh penyangga P1 pada
profil yang akan digali sama dengan tegangan in-situ Po
(titik A Gambar 9.2)
-
Pada tahap 2, permukaan kerja terowongan
sudah melewati potongan x-x dan tekanan penyangga P1 , yang
sebelumnya diberikan oleh batuan yang berada didalam terowongan turun menjadi
0. Bagaimanapun juga, terowongan tidak akan runtuh karena reformasi radial u
dibatasi oleh ujung permukaan kerja terowongan dengan pengendalian yang cukup baik. Jika pengendalian u oleh
permukaan kerja tidak ada, tekanan penyangga P1 yang diberikan oleh
titik B dan C pada Gambar 9.2. yang dibutuhkan untuk membatasi u adalah sama.
Tekanan penyangga P1 yang dibutuhkan untuk membatasi u pada atap
(roof) adalah lebi besar dari yang dibutuhkan untuk membatasi u pada dinding
(side wall) karena berat dari daerah yang tidak stabil (zone of loosened rock)
diatas atap terowongan harus ditambahkan untuk penghitung tekanan penyangga
yang dibutuhkan untuk membatasi tegangan yang menyebabkan perpindahan
(displacement) pada atap.
-
Pada tahap 3, terowongan sudah mulai
selesai di “mucking” dan steel set sudah dipasang dekat dengan permukaan kerja.
Pada tahap ini, penyangga belum terbebani seperti ditunjukkan oleh titik D pada
Gambar 9.2, karena tidak ada deformasi yang terjadi pada terowongan. Jika
batuan mempunyai sifat deformasi yang tidak tergantung pada waktu, maka
deformasi radial terowongan masih ditunjukkan oleh titik B dan C.
-
Pada tahap 4, permukaan kerja terowongan
maju kira-kira 1,5 x diameter dari potongan
x- x dan pengendalian deformasi didekat permukaan kerja sudah berkurang
sekali. Oleh karena itu
regangan radial selanjutnya dari dinding dan atap dinyatakan oleh kurva C E G
dan B B H pada Gambar 9.2. Deformasi radial atau konvergen dari terowongan
menyebabkan penyangga terbebani. Tekanan penyangga P1 yang tersedia
dari steel set bertambah dengan deformasi radial terowongan seperti digambarkan
oleh garis D E F.
-
Pada tahap 5, permukaan kerja terowongan maju
jauh dari potongan x – x sehingga tidak ada lagi pengendalian untuk massa
batuan pada potongan x – x. jika tidak ada penyangga – penyangga yang dipasang
maka deformasi radial pada terowongan bertambah seperti digambarkan oleh kurva
E G dan F H pada Gambar 9.2. Untuk dinding, tekanan yang dibutuhkan untuk
membatasi deformasi turun menjadi 0 pada titik D dan dalam hal ini dinding akan
stabil jika tidak ada lagi gaya yang dapat menyebabkan regangan.
Di pihak lain, penyangga
yang dibutuhkan untuk membatasi deformasi pada atap turun sampai minimum dan
akan mulai lagi bergerak naik. Ini karena perpindahan kebawah atap dari daerah
batuan lepas ini diatap terowongan menyebabkan tambahan batuan yang menajdi
tidak stabil dan berat dari tambahan batuan yang tidak stabil, ini ditambahkan
untuk tekanan penyangga yang dibutuhkan. Pada contoh diatas, atap akan runtuh
jika tidak ada penyangga yang dipasang dalam terowongan.
Pada Gambar 9.2. bagian bawah, kurva
reaksi penyangga untuk steel set berpotongan dengan kurva beban deformasi untuk
dinding dan atap terowongan pada titik E dan F. Pada titik-titik ini, tekanan
penyangga yang dibutuhkan untuk membatasi deformasi pada dinding dan atap
adalah tepat seimbang dengan tekanan penyangga yang tersedia dari steel set dan
terowongan dan sistem penyangga adalah dalam keseimbangan stabil.
|
Gambar 9.2.Kurva Beban Deformasi Massa Batuan
dan
Sistem Penyangga (Menurut Daeman)
9.3.
analisis interaksi penyangga - batuan
Analisis interaksi antara penyangga –
batuan dengan menggunakan kurva beban – deformasi merupakan problem yang harus
dibahas secara teroritis dengan baik, karena banyak faktor yang dimasukkan
kedalamnya untuk dapat memecahkan masalah.
9.3.1.
ASUMSI DASAR ANALISIS
Untuk menyederhanakan perhitungan agar dapat dipecahkan secara
matematis, maka dilakukan beberapa asumsi sebagai berikut ;
1)
Geometri terowongan ; dalam menganalisis
penampang terowongan diasumsikan berbentuk lingkaran dengan jari-jari ri
(Gambar 9.3). Panjang terowongan sedemikian rupa sehingga masalah dapat
dipecahkan dalam dua dimensi atau dengan kondisi plane strain.
2)
Tegangan In-situ ; Tegangan in-situ
horisontal dan vertikal diasumsikan sama, yang besarnya sama dengan Po.
3)
Tekanan Penyangga ; Penyangga yang
dipasang diasumsikan menimbulkan tekanan radial yang uniform sebesar Pi
di dinding terowongan.
4)
Sifat massa batuan ; massa batuan diasumsikan mempunyai perilaku elastis linier dan
dikaraterisasikan oleh Modulus Young (E) dan niisbah Poisson (v). Karakteristik
failure material ini ditentukan persamaan 9.1

5)
Sifat massa batuan hancuran ; massa
batuan hancuran disekeliling terowongan diasumsikan mempunyai perilaku plastik
sempurna dan memenuhi kriteria failure sebagai berikut (Gambar 9.2)

Sebagai catatan, untuk
kepentingan penyederhanaan, diasumsikan bahwa pengurangan kekuatan secara
tiba-tiba dari persamaan (9.1) ke persamaan (9.2).
6)
Regangan volumetrik ; pada daerah
elastis, regangan volumetrik dikendalikan oleh konstanta Modulus Young dan
nisbah Poisson. Pada saat failure batuan akan mengembang dan volume akan
bertambah dan regangan dihitung dengan menggunakan teori plastisitas.
7)
Perilaku “time-dependent” ; diasumsikan
bahwa massa
batuan dan hancuran tidak memperlihatkan perilaku time-dependent.
8)
Perluasan daerah plastis ; diasumsikan
bahwa daerah plastis bertambah besar sampai mencapai jari-jari re
yang tergantung pada tegangan in-situ Po, tekanan penyangga Pi dan
karkteristik material baik elastis maupun massa
batuan hancuran.
9)
Simetris radial ; masalah dianalisis secara rinci
dalam simetris disekitar terowongan. Jika berat batuan
didalam daerah hancuran diperhitungkan didalam analisis, penyederhanaan
simetris akan hilang. Jika berat batuan hancuran sangat penting didalam
rancangan penyangga, kelonggaran untuk berat ini ditambahkan sesudah dasar
analisis selesai.

Gambar 9.3. Asumsi geometri
terowongan.

Gambar 9.4. Asumsi kriteria failure
massa batuan elastis dan massa batuan hancuran
9.3.2. TAHAPAN ANALISIS
Input data yang dibutuhkan
:
σc = kuat
tekan uniaksial dari batuan contoh batuan intact.
M,s =
konstanta material untuk massa batuan (Tabel 9.1).
E, v = Modulus elastisitas dan nisbah poisson massa batuan
mr, sr =
konstanta material untuk massa
batuan hancuran (Tabel 9.1)
γr = berat
persatuan volume dari massa
batuan hancuran
Po = besarnya tegangan in-situ
ri =
jari-jari terowonagan
Urut-urutan Perhitungan
1. 

2. 

3. 

Input Pi :
4. untuk Pi > Po
– Mσc, deformasi di sekeliling terowongan adalah elastik.

5. untuk Pi < Po
– Mσc, runtuhan plastis terjadi di sekeliling terowongan.

6. 

7. untuk re/ri < √3 = R 2 D ln re/ri
8. untuk re/ri > √3 = R = 1,1D
9.

10.

11. 

12. untuk atap terowongan, plot
terhadap 


13. untuk dinding terowongan, plot
terhadap 


14. untuk lantai terowongan,
plot
terhadap 



Gambar 9.5. Kebutuhan penyangga untuk batuan di sekeliling
terowongan.
9.4.
Penentuan Tinggi dan muatan Beban
Suatu alternatif pada pendekatan teoritik untuk penyanggaan batuan
adalah memanfaatkan pengalaman sebelumnya, sebagai suatu dasar untuk
memperkirakan penyanggaan yang diperlukan untuk penggalian bawah tanah.
Pendekatan ini terus berkembang tanpa arah yang jelas sebelum munculnya
penggunaan klasifikasi batuan.
Pada bagian ini diberikan
prinsip-prinsip dari klasifikasi massa
batuan. Sebagian dari klasifikasi ini adalah suatu pekerjaan deskripsi murni
dan klasifikasi ini patut dihargai dengan mendefenisikan beberapa parameter
yahng tampak mampu mendefenisikan secara benar massa batuan. Kemudian akan digunakan untuk
pemilihan jenis penyangga yang akan digunakan untuk lubang bukaan atau
terowongan.
Untuk pemilihan jenis penyanggaan yang
akan digunakan, ada hal yang sangat mendasar dan perlu untuk diperhitungkan
ialah perhitungan tinggi beban yang akan disangga. K. Terzaghi (1946)
menyatakan bahwa sejumlah batuan atau tanah tinggi beban (Hp) menyerupai suatu
topi di atas terowongan (lihat Gambar 9.6).


Gambar 9.6. Daerah yang tidak stabil
menurut Terzaghi
Dari Gambar 9.6 kemudian dibuat pengklasifikasian muatan batuan
terhadap kondisi batuan dan tinggi muatan batuan (Tabel 9.1 dan Tabel 9.2).
Kemudian untuk rekomendasi kebutuhan penyanggaan seperti penyangga baja, baut
batuan dan beton diberikan oleh Deere dkk (Tabel 9.3.). Perubahan konsep
rekomendasi penyanggaan yang berdasarkan kualitas massa
batuan dan RQD ini terus berkembang hingga muncul klasifikasi massa batuan oleh para ahli seperti RMR yang
telah dibahas pada modul sebelumnya (modul 6).
Tinggi beban (ht) dan
tekanan batuan terhadap penyangga (P) ditentukan berdasarkan rumus yang
diusulkan oleh Unal (1983) dengan
memakai nilai RMR dari klasifikasi Geomekanika sebagai berikut.
Ht =
B ……………………………………………………………………(9.4)

Keterangan :
Ht =
tinggi beban batuan (m)
RMR = Rock Mass Rating (bobot
nilai batuan)
B = lebar lubang bukaan
atau lebar terowongan
Dari persamaan diatas terlihat bahwa tinggi beban (ht)
merupakan fungsi dari lebar bukaan dan bobot nilai batuan. Tekanan batuan yang
diterima penyangga tergantung pada tinggi beban dan bobot isi batuannya.
Tabel 9.1. Klasifikasi muatan batuan (Terzaghi,
1946)
KONDIS BATUAN
|
TINGGI MUATAN BATUAN, hp (m)
|
CATATAN
|
|
1.
|
Keras dan kompak
|
0
|
Lapisan ringan saja, walaupun ada hanya
terjadi spalling ringan.
|
2.
|
Perlapisan keras atau skistosa
|
0
– 0,50 B
|
Lapisan ringan terutama untuk perlindungan
dari jatuhan blok.
|
3.
|
Masif, diskontinuitas yang sedang
jumlahnya.
|
0
– 0,25 B
|
Perubahan tak menentu dari beban.
|
4.
|
Terbagi-bagi dalam blok dalam jumlah yang
sedang dengan rekahan yang cukup banyak
|
0,25
B – 0,35 (B + Ht)
|
Tidak ada tekanan lateral
|
5.
|
Sangat terbagi dalam blok-blok dengan
rekahan yang banyak dan berkembang
|
0,35
B – 1,10 (B + Ht)
|
Sedikit atau tidak ada tekanan lateral
|
6.
|
Terpecah keseluruhan tetapi masih bersatu
secara kimia
|
1,10
(B + Ht)
|
Tekanan lateral yang amat besar. Akibat
dari hilangnya kekuatan yang disebabkan oleh infiltrasi.
|
7.
|
Batuan yang berperan dalam pemampatan pada
kondisi kedalaman yang sedang
|
(1,10
– 2,10) (B + Ht)
|
Tekanan lateral yang besar, penyangga besi
baja sirkuler (rib) direkomendasikan.
|
8.
|
Batuan yang berperan dalam pemampatan pada
kondisi kedalaman yang besar
|
(2,10
– 4,50 ) (B + Ht)
|
|
9.
|
Batuan yang mengembang
(swelling rock)
|
Sampai
90 m tidak tergantung dari (B + Ht)
|
Penyangga besi baja sirkuler (rib)
diperlukan. Dalam keadaan ektrim gunakan perhitungan tekanan keruntuhan
penyanggaan (yielding support)
|
Tabel 9.2. Klasifikasi tinggi muatan batuan (Hp)
pada kedalaman lebih dari 1,5 (B + Ht)
KONDIS BATUAN
|
RQD
|
TINGGI MUATAN BATUAN, hp (ft)
|
CATATAN
|
|
1.
|
Keras dan kompak
|
95
- 100
|
0
|
Lapisan ringan saja, walaupun ada hanya
terjadi spalling ringan.
|
2.
|
Perlapisan keras atau skistosa
|
90
– 99
|
0
– 0,50 B
|
Lapisan ringan terutama untuk perlindungan
dari jatuhan blok.
|
3.
|
Masif, diskontinuitas yang sedang
jumlahnya.
|
85
– 95
|
0
– 0,25 B
|
Perubahan tak menentu dari beban.
|
4.
|
Terbagi-bagi dalam blok dalam jumlah yang
sedang dengan rekahan yang cukup banyak
|
75
– 85
|
0,25
B – 0,20 (B + Ht)
|
Kondisi 4,5 dan 6 di kurangi 50 % dari
nilai Terzaghi, karena muka air mempunyai akibat kecil terhadap Hp (Brekke,
1968 dan Terzaghi, 1946)
|
5.
|
Sangat terbagi dalam blok-blok dengan
rekahan yang banyak dan berkembang
|
30
– 75
|
(0,20 – 0,60) (B + Ht)
|
|
6.
|
Terpecah keseluruhan tetapi masih bersatu
secara kimia
|
3
- 30
|
(0,60
- 1,10) (B + Ht)
|
|
6.a
|
Pasir dan kerikil
|
0
– 3
|
(1,10
- 2,40) (B + Ht)
|
|
7.
|
Batuan yang berperan dalam pemampatan pada
kondisi kedalaman yang sedang
|
Tidak dapat diaplikasikan
|
(1,10
– 2,10) (B + Ht)
|
Tekanan lateral yang besar, penyangga besi
baja sirkular set direkomendasikan.
|
8.
|
Batuan yang berperan dalam pemampatan pada
kondisi kedalaman yang besar
|
Tidak dapat diaplikasikan
|
(2,10
– 4,50 ) (B + Ht)
|
|
9.
|
Batuan yang mengembang
(swelling rock)
|
Tidak dapat diaplikasikan
|
Lebih
besar dari 250 tidak tergantung dari
(B
+ Ht)
|
Penyangga besi baja sirkular set diperlukan. Dalam keadaan ektrim gunakan
perhitungan tekanan keruntuhan penyanggaan (yielding support)
|
Catatan
: Nilai B dan Ht dalam satuan feet (ft).
Tabel
9.3. Rekomendasi penyanggaan terowongan (dengan diameter = 20 – 40 ft) pada
batuan oleh Deere dkk (1967).
Kualitas
Batuan
|
Metoda
penerowongan
|
Tinggi
Muatan Batuan, hp (ft)
|
Sistem
penyangga
|
||
Baja
c
|
Baut
Batuan d
|
Beton
|
|||
Sangat
baik a
RQD
> 90
|
Tunnel
bor machine
(TBM)
|
0.0
– 0.2Bc
|
Tidak
dibutuhkan, kalaupun dibutuhkan hanya set
ringan
|
Tidak
dibutuhkan
|
Tidak
dibutuhkan, hanya pada aplikasi lokal
|
Pemboran
dan
Peledakan
|
0.0
– 0.3 B
|
Tidak
dibutuhkan, kalaupun dibutuhkan hanya set
ringan
|
Tidak
dibutuhkan
|
Tidak
dibutuhkan, hanya pada aplikasi lokal 2 – 3 in.
|
|
Baik
a
RQD
= 75 - 90
|
Tunnel
bor machine
(TBM)
|
0.0
– 0.4 B
|
Kadang
kala dibutuhkan set ringan dengan pola 5 – 6 ft
|
Kadang
kala dibutuhkan dengan pola 5 – 6 ft
|
Tidak
dibutuhkan, hanya pada aplikasi lokal 2 – 3 in.
|
Pemboran
dan
Peledakan
|
(0.3
– 0.6) B
|
dibutuhkan
set ringan dengan pola 5 – 6 ft
|
dibutuhkan
dengan pola 5 – 6 ft
|
4
in atau lebih pada atap dan dinding
|
|
Sedang
RQD
= 50 – 75
|
Tunnel
bor machine (TBM)
|
(0.4
– 1.0) B
|
Set
ringan – sedang
5
– 6 ft
|
dibutuhkan
dengan pola 4 – 6 ft
|
2
– 4 in pada atap
|
Pemboran
dan
Peledakan
|
(0.6
– 1.3) B
|
Set
ringan – sedang
4
– 5 ft
|
dibutuhkan
dengan pola 3 – 5 ft
|
4
in atau lebih pada atap dan dinding
|
|
Buruk
b
RQD
= 25 - 50
|
Tunnel
bor machine
(TBM)
|
(1.0
– 1.6) B
|
Sirkular
Set sedang
3
– 4 ft
|
dibutuhkan
dengan pola 3 – 5 ft
|
4
– 6 in pada atap dan dinding dan dikombinasikan dgn baut batuan.
|
Pemboran
dan
Peledakan
|
(1.3
– 2.0) B
|
Set
sedang – kuat
2
– 4 ft.
|
dibutuhkan
dengan pola 2 – 4 ft
|
6
in atau lebih pada atap dan dinding dan dikombinasikan dgn baut batuan.
|
|
Sangat
buruk
RQD
< 25
(Diluar
pengaruh kondisi pemanpatan dan pengembangan batuan)
|
Tunnel
bor machine
(TBM)
|
(1.6
– 2.2) B
|
Sirkular
set sedang – kuat 2 ft
|
dibutuhkan
dengan pola 2 – 4 ft
|
6
in atau lebih pada semua bagian dan dikombinasikan dgn set kuat.
|
Pemboran dan
Peledakan
|
(2.0
– 2.8) B
|
Sirkular set kuat 2 ft
|
dibutuhkan
dengan pola 3 ft
|
6
in atau lebih pada semua bagian dan dikombinasikan dgn set sedang.
|
|
Sangat
buruk
(dengan
kondisi pemampatan dan pengembangan batuan)
|
Tunnel
bor machine
(TBM)
|
Diatas
250 ft
|
Sirkular
set sangat kuat
2
ft
|
dibutuhkan
dengan pola 2 – 3 ft
|
6
in atau lebih pada semua bagian dan dikombinasikan dgn set kuat.
|
Pemboran
dan
Peledakan
|
Diatas
250 ft
|
Sirkular
set sangat kuat
2
ft
|
dibutuhkan
dengan pola 2 – 3 ft
|
6
in atau lebih pada semua bagian dan dikombinasikan dgn set kuat.
|
|
a kualitas batuan
baik – sangat baik, kebutuhan penyangga secara umum tidak ada, kecuali
tergantung dari, set kekar, diameter terowongan dan orientasi bidang lemah
terhadap arah umum terowongan.
b lagging tidak
dibutuhan pada batuan kualitas sangat kuat, 25% £ batuan kualitas baik – sangat buruk ³ 100%
c B = lebar terowongan
d mesh tidak
dibutuhkan pada batuan kualitas sangat baik, kadang kala dibutuhkan pada
batuan kualitas baik – sangat buruk hingga 100%
|
9.5. jenis-jenis Penyanggaan
Secara mekanik dalam pembuatan terowongan dan pembukaan tambang
bawah tanah, jenis-jenis penyangga dapat dikelompokkan kedalam dua bagian :
1. Penyangga Alamiah (Natural
Support)
Natural Support dapat digolongkan kedalam penyangga sementara dikarenakan dalam
penyanggaan, penyangga yang dipakai berupa ore,
low grade ore, atau barren rock yang ditinggalkan dalam bentuk pillar.
Sistem penyangga sementara yang direncanakan dapat menahan seluruh massa batuan sampai
penyangga permanen dipasang, atau pillar-pillar (ore) yang digunakan sebagai penyangga itu sendiri akan ditambang
dan tidak perlu dipasang penyangga permanen.
2. Penyangga Buatan (Artificial
Support)
Artificial Support merupakan penyangga buatan dimana material untuk penyangga dibuat
sesuai dengan bentuk, susunan dan cara pemasangan tergantung dari kebutuhan.
Beberapa jenis artificial
support yang sering dijumpai didalam suatu sistem penyanggaan, yaitu :
1.
Penyangga kayu
2.
Baut batuan (rock bolt)
3.
Penyangga beton
4.
Penyangga baja
5.
Penyangga khusus
gambarnya mana gan? tolong diposting juga yaa.. makasih
BalasHapusAda gambarnya gak bang?
BalasHapus