6. PERMODELAN NUMERIK DALAM
RANCANGAN TEROWONGAN
Permodelan
numerik merupakan suatu pendekatan perhitungan distribusi tegangan dan
perpindahan yang mendekati keadaan yang sebenarnya. Perhitungan numerik dapat
dilakukan dengan metode-metode seperti ; metode elemen hingga (finite elements
methods), metode perbedaan hingga (finite difference method), metode elemen
batas (boundary elements method).
6.1. SISTEM DAN MODEL
Istilah
“sistem” dapat diartikan sebagai suatu
kumpulan dari beberapa elemen yang beroperasi secara bersama untuk mencapai
suatu tujuan yang ditetapkan (Forrester J.W, 1968).
Pendekatan
sistem adalah suatu cara berfikir dari suatu sistem global dan seluruh
komponen-komponennya. Pendekatan sistem untuk modelisasi dalam bidang teknik
pertambangan, khususnya dalam mekanika batuan dan lubang bukaan bawah tanah
(terowongan) adalah suatu cara mengorganisasikan elemen-elemen yang diamati
dibawah suatu bentuk yang mengintegrasikannya ke dalam suatu konsepsi umum dari
objek-objek fenomena-fenomena dan mekanisme yang dipelajari (Piguet, J.P.,
1990).
Banyak
penulis yang telah mendefenisikan “model” dalam artian umum sebagai contoh
adalah :
-
Suatu
subsitusi untuk suatu objek atau suatu sistem (Forrester, 1968)
-
Suatu
simplikasi atau mengarah ke suatu imitasi dari suatu kenyataan (Starfield A.M
dan Cundall P.A., 1983).
Di
dalam mekanika batuan dan tambang bawah tanah (terowongan), defenisi dari model
dapat diartikan sebagai berikut (Piguet, J.P., 1990).
-
Suatu
representasi skematik, lebih kurang abstrak dari objek-objek yang nyata
(sebenarnya)
-
Suatu
refleksi (sering diformulasikan secara matematik) dari suatu mekanisme
karakteristik dari perilaku massa
batuan/tanah.
-
Suatu
formulasi dari perilaku yang sama atau dari beberapa bagian dari aspek lain
yang dibuat dengan suatu hubungan matematik, sering diformulasikan secara
statistik.
Dari
defenisi model di atas, maka model dapat diaplikasikan sebagai :
1. Representasi skematik
dari perilaku intrinsik dari batuan pada tingkat makroskopik dari percontoh massa batuan. Permodelan
ini dinyatakan oleh suatu hukum perilaku atau suatu kriteria perubahan perilaku
yang berbentuk suatu persamaan matematik yang saling berhubungan. Misalnya
tegangan-regangan dan turunannya terhadap waktu untuk suatu hukum perilaku atau
suatu hukum rheologi dalam suatu media kontinu atau antara tegangan prinsipal
untuk suatu kriteria pecahnya batuan, atau antara gaya dan perpindahan pada bidang diskontinu.
2. Representasi skematik
yang berguna dalam lubang bukaan bawah tanah (terowongan) pada skala objek
geologi yang lebih luas.
6.2.
MODEL DAN METODE NUMERIK
Analisis
numerik di dalam geomekanika atau penerowongan telah berkembang dengan
pesat dan saat ini penggunaannya semakin
intensif. Hal ini disebabkan antara lain, karena ketersediaan program-program
komputer yang canggih, kapasitas dan kecepatan dari perhitungan komputer yang
ada, dan kemampuan dari program yang ada di dalam memperhitungkan strukutur
geologi secara rinci dalam suatu model.
Model
numerik dalam geomekanika dan lubang bukaan bawah tanah (terowongan) dapat
dibedakan menjadi model kontinu, model diskontinu, model hybrid.
Model
kontinu berdasarkan pada prinsip dasar dari dua metode diffrensial dan
integral. Pada metode differensial suatu massa
kontinu digantikan oleh suatu representasi skematik pada ukuran yang sama
dengan kondisi batas yang sama pula, dan dibentuk suatu gabungan elemen-elemen
dari ukuran yang terbatas. Model integral atau metode elemen batas menetukan
distribusi tegangan dan perpindahan dalam suatu media dengan menyimpulkan
pengetahuan gaya
yang tersebar pada suatu permukaan atau bagian dari daerah yang diteliti.
Model
diskontinu menekankan pada kepentingan khusus dari bidang diskontinu yang
terdapat di dalam massa
batuan. Bidang-bidang diskontinu ini didefenisikan sebagai jarak, geometri
lubang bukaan, deformabilitas dan efek regangan dan kinematinya terhadap massa batuan.
Model
hybrid adalah penggunaan model dengan berpasangan seperti pasangan antara
metode elemen batas dan elemen hingga atau metode beda hingga (elemen
distinct).
Gambar
6.1. memperlihatkan klasifikasi model dan metode numerik yang saat ini sudah
dikembangkan. Salah satu metode yang terakhir sangat berkembang adalah metode
elemen distinct, karena mampu menghitung pada media yang diskontinu yaitu
keadaan yang sebenarnya dari massa
batuan di alam.
Gambar 6.1. Klasifikasi Model dan
Metode Numerik
Gambar
6.2.memperlihatkan perbedaan prinsip antara metode elemen hingga (FEM) dengan
metode elemen batas (BEM) untuk memecahkan persoalan nilai batas yang dapat
berupa distribusi tegangan dan perpindahan pada batas sebuah benda R yang digambarkan pada bidang
(dua dimensi) yang dibatasi oleh kontur C. Untuk mencari distribusi tegangan
dan perpindahan pada kontur C, maka FEM harus membagi benda R ke dalam mesh
elemen (Gambar 6.2.a). Kemudian perhitungan dilakukan pada titik simpul (node)
atau mesh point. Baru kemudian distribusi tegangan dan perpindahan pada kontur
C dapat diketahui. Sedangkan dengan BEM, hanya kontur C yang merupakan batas
benda R yang dibagi menjadi elemen-elemen (Gambar 6.2.b) karena setiap solusi
tunggal memenuhi persamaan differensial parsial dalam R. Sistem dari
persamaan-persamaan yang akan dipecahkan jauh lebih kecil dibandingkan dengan
sistem persamaan yang dibutuhkan FEM.
6.3.
METODE ELEMEN HINGGA (FINITE ELEMEN METHOD, FEM)
Metoda
Elemen Hingga (Finite Element Method, FEM) didasarkan pada diskretisasi
struktur atau ruang dengan cara membaginya menjadi sejumlah elemen-elemen hingga
yang terstruktur (Gambar 6.3).
Untuk
penyelesaian secara matematis dari beberapa struktur diterapkan ; kondisi
kompatibilitas perpindahan (displacement), kesetimbangan dan hubungan
tegangan-regangan. Kondisi kompabilitas perpindahan pada titik-titik simpul dan
elemen-elemen dipenuhi dengan mengasumsikan set dari displacement node {d}.
Medan
displacement {n}
pada setiap node dari daerah yang ditinjau adalah sebagai berikut.
{n} = [N] {d}
dimana
matrik [N] tergantung pada fungsi-fungsi perpindahan (displacement) yang telah
diasumsikan dalam elemen-elemen. Kemudian regangan dituliskan sebagai berikut.
{e}=[B]{d}…………………………………………………………………(6.1)
Matrik [B] tergantung pada geometri
struktur yang dibuat.
Kesetimbangan
global dari struktur mengikuti kondisi dimana gaya-gaya {R} yang hanya berperan
pada titik-titik (nodes) secara statistik ekivalen dengan tegangan-tegangan {s}
dalam elemen-elemen, yang ditulis sebagai berikut.
{R}=[A]{s}……………………………………………………………………(6.2)
Matrik
[A] dapat diperoleh berdasarkan prinsip dan Hukum Hooke, yang mana
mendefenisikan bahwa regangan-regangan sebagai fungsi dari tegangan-tegangan.
Persamaan (6.1) dan (6.2) adalah hubungan dasar untuk solusi yang dicari.
|
|
|
|
|
|
 |
|
|
Gambar
6.3. Diskretisasi titik Simpul (Node) dan elemen sehingga membangun
struktur (model) dalam permodelan numerik.
|
|
Hukum
yang berlaku sangat sederhana yakni hubungan tegangan-regangan untuk material
elastik linier. Dengan memperhitungkan regangan-regangan awal {eo}
dan tegangan-tegangan awal {so}, maka
persamaan yang ada untuk deformasi yang kecil adalah sebagai berikut.
{s}=[C]({e}
- {eo})+{so}
………………………………………………… (6.3)
dimana
matik [C] tergantung pada sifat-sifat material elastik. Subsitusi dari
tegangan-tegangan menurut persamaan (6.3) dan regangan-regangan menurut
persamaan (6.1) ke dalam persamaan (6.2) memberikan solusi dalam bentuk sistem
persamaan :
{R}
– [K] {d} = 0
dengan [K] adalah matrik kekakuan
[K]
= {A} [C] [B]
Vektor
yang disebut generalisasi gaya-gaya titik {R} meliputi beban-beban
eksternal (kondisi batas) dan
regangan-regangan awal serta tegangan-tegangan awal.
Biasanya
material-material nyata tidak berperilaku menurut hubungan tegangan-regangan
linier pada persamaan (6.3), tetapi formulasi non linier.
F({s},{e})=0……………………………….…………………………………(6.4)
Untuk
solusi numerik, pendekatan interatif sangat diperlukan. Pendekatan iteratif
dilaksanakan dengan menyelesaikan problem linier beberapa kali dengan hukum
yang ada pada persamaan (5.19), dimana parameter-parameter [C], {so}
dan {eo}
disesuaikan sampai persamaan (5.18) dan hubungan tegangan-regangan persamaan
(6.4) memberikan solusi yang sama. Iterasi dilakukan dengan proses Newton
Raphson yakni dengan cara mengatur dan menyesuaikan matrik [C], sebab matrik
elastisitas merupakan fungsi dari harga regangan. Pada setiap iterasi matrik
kekakuan [K] diformulasikan kembali dan kemudian dicari penyelesaiannya. Selama
iterasi tegangan dapat dihitung setelah masing-masing tahap dari hubungan
tegangan-regangan, kemudian perbedaan antara tegangan yang ada dan tegangan yang
dihitung pada persamaan (6.4) digunakan sebagai beban pada iterasi
berikutnya (lihat Gambar 6.4).
Gambar
6.4. Metoda tegangan awal dan regangan awal.
Gambar 6.4 dapat dipakai sebagai ilustrasi pembebanan
tersebut yang berkenaan dengan perbedaan tegangan sebesar Ds01.
Jika regangan dapat dinyatakan secara eksplisit sebagai fungsi tegangan, ada
baiknya jika digunakan metoda regangan awal. Pada cara ini parameter bebas yang
terakhir pada persamaan (6.3) dan tegangan awal dicari penyelesaiannya.
Berlainan dengan metoda tegangan awal, perbedaan tegangan sebesar Ds01
tidak diset sebagai beban yang baru, tetapi yang diset adalah perbedaan regangan
sebesar De01.
Persamaan
(6.4) diselesaikan dengan metoda Cholesky. Metoda ini didasarkan pada subsitusi
matrik kekakuan [K] dengan matrik segitiga atas dan segitiga bawah. Besarnya
bandwith ini dan memori utama yang dipakai tergantung pada jumlah maksimum node
dan perbedaan node tersebut.
6.4.
SOLUSI PROGRAM RHEO-STAUB
Program
Rheo-Staub adalah salah satu permodelan numerik dari Finite Element Method
(FEM) yang banyak dipakai. Program ini dikenalkan dan dikembangkan oleh Dr. P.
Pritz dari Departement of Rock Engineering Federal Institute of Technology
Zurich Switzerland.
Program
Rheo-Staub dapat digunakan untuk menganalisis kasus-kasus dibawah tanah
(terowongan, rumah pembangkit bawah tanah, lubang bukaan bawah tanah lainnya),
untuk menganalisis distribusi tegangan dan perpindahan disekitar lubang bukaan,
dan juga untuk menyelesaikan kasus-kasus umum geoteknik, mekanika batuan dan
mekanika tanah dalam dua dimensi.
Keunggulan
dari program ini adalah adanya kemungkinan untuk membuat model material sesuai
dengan keinginan pemakai. Juga dapat digunakan oleh para enjinir yang tidak
mempunyai latar belakang pengetahuan komputer untuk melakukan perhitungan
investigasi dibelakang meja.
Hal-hal
yang mendasar sebagai data masukan untuk menjalankan program Program Rheo-Staub adalah :
1.
Geometri permodelan ; disusun dari
beberapa elemen dan node dipilih dan disesuaikan atau mendekati dengan keadaan
yang sebenarnya.
2.
Data material ; berupa sifat fisik
dan mekanik massa
batuan seperti specific weight (g), Poisson Ratio (n) dan
Modulus Elastisitas (E).
3.
Sistem Pembebanan ; disesuaikan
dengan pembebanan yang terjadi atau mendekati keadaan sebenarnya. Pembebanan
dapat dilakukan dengan satu arah dan dua arah.
4.
Kondisi Batas ; Hal ini berdasarkan
dari sistem pembebanan dan geometri model. Dimana ada salah satu atau lainnya
dianggap atau diasumsikan tidak mengalami tegangan dan pergerakan.
6.5. KASUS
Salah
satu kasus yang dapat dilakukan dengan Program Rheo-Staub adalah menganalisis
distribusi tegangan dan perpindahan yang terjadi disekitar lubang bukaan
(terowongan/tunnel). Kasus ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 6.5.
(a) Lubang bukaan
(Terowongan) yang terdapat di alam
(B) Model yang akan dibuat
dalam Program Rheo-Staub
Data
masukan untuk Program-Rheo-Staub adalah :
1.
Model yang dibuat bergeomteri 45 x
45 cm yang disusun dengan 800 elemen dan 440 titik simpul (node) dengan
terowongan berbentuk bulat berdiameter 9 cm (jari-jari R = 4,5 cm).
2.
Sistem pembebanan dua arah, yakni
tegangan vertikal (sv)
dan tegangan horizontal (sv) sebesar 6
MPa.
3.
Data material massa batuan adalah specific weight (g)
= 15 KN/m3, Poisson Ratio (n) = 0,3 dan Modulus Elastisitas (E)
= 13 GPa dengan kondisi elastik.
6.6.
HASIL PERMODELAN
Hasil
permodelan berupa mesh program yang merupakan hasil data masukkan model yang
dibuat dari gambar 6.5b, distribusi tegangan dan perpindahan, trajektori vektor
perpindahan dan kontur tegangan (Gambar 6.6).
Gambar 6.6. Penomoran Titik Simpul Model
Dari
gambar 6.6. terlihat penomoran masing-masing titik simpul pada elemen-elemen
yang dibentuk oleh model. Distribusi tegangan dan perpindahan dari model akan
dihitung oleh Program Rheo-Staub dengan memberikan perintah untuk keluaran pada
masing-masing node dan elemen, tapi dalam kasus ini dibuat perintah dengan
keluaran pada node dan elemen tertentu (Tabel 6.1).
Gambar 6.7.
Trajektori Vektor Perpindahan Model
Gambar 6.8. Kontur Tegangan s1 dari Model
Gambar
6.9. Kontur Tegangan s2 dari Model
6.7. ANALISIS
HASIL PERMODELAN
Dari
gambar 6.7 dan Tabel 6.1 terlihat bahwa distribusi tegangan dan perpindahan
keluaran hasil permodelan terdapat pada elemen dan node tertentu. Untuk
distribusi tegangan pada elemen 1, 11, 21, 29, 39, 47, 59 dan 71 (pada jarak 1R
= jari-jari terowongan dari geometri lubang bukaan tersebut). Besar distribusi
tegangan (s1)
yang terjadi pada 1R atau di dinding terowongan adalah 12,5 MPa (sesuai dengan
persamaan 3.4 adalah 2sv). Pada
elemen 162, 220, 231,251, 261, 269 dan 279 (pada jarak 2R), distribusi tegangan
(s1)
yang terjadi adalah sebesar 7,25 MPa . Dan Pada elemen 322, 370, 380, 391, 411,
421, 429 dan 439 (pada jarak 3R) distribusi tegangan (s1)
yang terjadi adalah sebesar 6,5 MPa (Relatif hampir sama dengan tegangan awal =
6 MPa).
Dengan
demikian, distribusi tegangan yang besar terjadi pada 1R (di dinding) lubang
bukaan, kemudian semakin jauh jarak R dari dinding lubang bukaan, maka
distribusi tegangan akan relatif sama dengan tegangan awal.
Hal
ini juga akan berlaku pada distribusi perpindahan yang terjadi pada 1R (pada
node 1, 6, 11, 16, 21, 26 , 36), di 2R (pada node 121, 126, 131, 141, 146, 151
dan 156), dan di 3R (pada node 201, 206, 211, 211, 216, 221, 226, 231 dan 236).
Belum ada tanggapan untuk " PERMODELAN NUMERIK DALAM RANCANGAN TEROWONGAN"
Posting Komentar