Senin, 07 September 2015

PERMODELAN NUMERIK DALAM RANCANGAN TEROWONGAN



6.  PERMODELAN NUMERIK DALAM
RANCANGAN TEROWONGAN


Permodelan numerik merupakan suatu pendekatan perhitungan distribusi tegangan dan perpindahan yang mendekati keadaan yang sebenarnya. Perhitungan numerik dapat dilakukan dengan metode-metode seperti ; metode elemen hingga (finite elements methods), metode perbedaan hingga (finite difference method), metode elemen batas (boundary elements method).
6.1. SISTEM DAN MODEL
Istilah “sistem”  dapat diartikan sebagai suatu kumpulan dari beberapa elemen yang beroperasi secara bersama untuk mencapai suatu tujuan yang ditetapkan (Forrester J.W, 1968).
Pendekatan sistem adalah suatu cara berfikir dari suatu sistem global dan seluruh komponen-komponennya. Pendekatan sistem untuk modelisasi dalam bidang teknik pertambangan, khususnya dalam mekanika batuan dan lubang bukaan bawah tanah (terowongan) adalah suatu cara mengorganisasikan elemen-elemen yang diamati dibawah suatu bentuk yang mengintegrasikannya ke dalam suatu konsepsi umum dari objek-objek fenomena-fenomena dan mekanisme yang dipelajari (Piguet, J.P., 1990).
Banyak penulis yang telah mendefenisikan “model” dalam artian umum sebagai contoh adalah :
-          Suatu subsitusi untuk suatu objek atau suatu sistem (Forrester, 1968)
-          Suatu simplikasi atau mengarah ke suatu imitasi dari suatu kenyataan (Starfield A.M dan Cundall P.A., 1983).
Di dalam mekanika batuan dan tambang bawah tanah (terowongan), defenisi dari model dapat diartikan sebagai berikut (Piguet, J.P., 1990).
-          Suatu representasi skematik, lebih kurang abstrak dari objek-objek yang nyata (sebenarnya)
-          Suatu refleksi (sering diformulasikan secara matematik) dari suatu mekanisme karakteristik dari perilaku massa batuan/tanah.
-          Suatu formulasi dari perilaku yang sama atau dari beberapa bagian dari aspek lain yang dibuat dengan suatu hubungan matematik, sering diformulasikan secara statistik.
Dari defenisi model di atas, maka model dapat diaplikasikan sebagai :
1.      Representasi skematik dari perilaku intrinsik dari batuan pada tingkat makroskopik dari percontoh massa batuan. Permodelan ini dinyatakan oleh suatu hukum perilaku atau suatu kriteria perubahan perilaku yang berbentuk suatu persamaan matematik yang saling berhubungan. Misalnya tegangan-regangan dan turunannya terhadap waktu untuk suatu hukum perilaku atau suatu hukum rheologi dalam suatu media kontinu atau antara tegangan prinsipal untuk suatu kriteria pecahnya batuan, atau antara gaya dan perpindahan pada bidang diskontinu.
2.      Representasi skematik yang berguna dalam lubang bukaan bawah tanah (terowongan) pada skala objek geologi yang lebih luas.
6.2. MODEL DAN  METODE  NUMERIK
Analisis numerik di dalam geomekanika atau penerowongan telah berkembang dengan pesat  dan saat ini penggunaannya semakin intensif. Hal ini disebabkan antara lain, karena ketersediaan program-program komputer yang canggih, kapasitas dan kecepatan dari perhitungan komputer yang ada, dan kemampuan dari program yang ada di dalam memperhitungkan strukutur geologi secara rinci dalam suatu model.
Model numerik dalam geomekanika dan lubang bukaan bawah tanah (terowongan) dapat dibedakan menjadi model kontinu, model diskontinu, model hybrid.
Model kontinu berdasarkan pada prinsip dasar dari dua metode diffrensial dan integral. Pada metode differensial suatu massa kontinu digantikan oleh suatu representasi skematik pada ukuran yang sama dengan kondisi batas yang sama pula, dan dibentuk suatu gabungan elemen-elemen dari ukuran yang terbatas. Model integral atau metode elemen batas menetukan distribusi tegangan dan perpindahan dalam suatu media dengan menyimpulkan pengetahuan gaya yang tersebar pada suatu permukaan atau bagian dari daerah yang diteliti.
Model diskontinu menekankan pada kepentingan khusus dari bidang diskontinu yang terdapat di dalam massa batuan. Bidang-bidang diskontinu ini didefenisikan sebagai jarak, geometri lubang bukaan, deformabilitas dan efek regangan dan kinematinya terhadap massa batuan.
Model hybrid adalah penggunaan model dengan berpasangan seperti pasangan antara metode elemen batas dan elemen hingga atau metode beda hingga (elemen distinct).
Gambar 6.1. memperlihatkan klasifikasi model dan metode numerik yang saat ini sudah dikembangkan. Salah satu metode yang terakhir sangat berkembang adalah metode elemen distinct, karena mampu menghitung pada media yang diskontinu yaitu keadaan yang sebenarnya dari massa batuan di alam.


 








Gambar 6.1. Klasifikasi Model dan Metode Numerik
Gambar 6.2.memperlihatkan perbedaan prinsip antara metode elemen hingga (FEM) dengan metode elemen batas (BEM) untuk memecahkan persoalan nilai batas yang dapat berupa distribusi tegangan dan perpindahan pada batas  sebuah benda R yang digambarkan pada bidang (dua dimensi) yang dibatasi oleh kontur C. Untuk mencari distribusi tegangan dan perpindahan pada kontur C, maka FEM harus membagi benda R ke dalam mesh elemen (Gambar 6.2.a). Kemudian perhitungan dilakukan pada titik simpul (node) atau mesh point. Baru kemudian distribusi tegangan dan perpindahan pada kontur C dapat diketahui. Sedangkan dengan BEM, hanya kontur C yang merupakan batas benda R yang dibagi menjadi elemen-elemen (Gambar 6.2.b) karena setiap solusi tunggal memenuhi persamaan differensial parsial dalam R. Sistem dari persamaan-persamaan yang akan dipecahkan jauh lebih kecil dibandingkan dengan sistem persamaan yang dibutuhkan FEM.






6.3. METODE ELEMEN HINGGA (FINITE ELEMEN METHOD, FEM)
Metoda Elemen Hingga (Finite Element Method, FEM) didasarkan pada diskretisasi struktur atau ruang dengan cara membaginya menjadi sejumlah elemen-elemen hingga yang terstruktur (Gambar 6.3).
Untuk penyelesaian secara matematis dari beberapa struktur diterapkan ; kondisi kompatibilitas perpindahan (displacement), kesetimbangan dan hubungan tegangan-regangan. Kondisi kompabilitas perpindahan pada titik-titik simpul dan elemen-elemen dipenuhi dengan mengasumsikan set dari displacement node {d}. Medan displacement {n} pada setiap node dari daerah yang ditinjau adalah sebagai berikut.
{n} = [N] {d}
dimana matrik [N] tergantung pada fungsi-fungsi perpindahan (displacement) yang telah diasumsikan dalam elemen-elemen. Kemudian regangan dituliskan sebagai berikut.
{e}=[B]{d}…………………………………………………………………(6.1)
Matrik [B] tergantung pada geometri struktur yang dibuat.
Kesetimbangan global dari struktur mengikuti kondisi dimana gaya-gaya {R} yang hanya berperan pada titik-titik (nodes) secara statistik ekivalen dengan tegangan-tegangan {s} dalam elemen-elemen, yang ditulis sebagai berikut.
          {R}=[A]{s}……………………………………………………………………(6.2)
Matrik [A] dapat diperoleh berdasarkan prinsip dan Hukum Hooke, yang mana mendefenisikan bahwa regangan-regangan sebagai fungsi dari tegangan-tegangan. Persamaan (6.1) dan (6.2) adalah hubungan dasar untuk solusi yang dicari.








Gambar 6.3. Diskretisasi titik Simpul (Node) dan elemen sehingga membangun struktur (model) dalam permodelan numerik.

 
 







Hukum yang berlaku sangat sederhana yakni hubungan tegangan-regangan untuk material elastik linier. Dengan memperhitungkan regangan-regangan awal {eo} dan tegangan-tegangan awal {so}, maka persamaan yang ada untuk deformasi yang kecil adalah sebagai berikut.
          {s}=[C]({e} - {eo})+{so} ………………………………………………… (6.3)
dimana matik [C] tergantung pada sifat-sifat material elastik. Subsitusi dari tegangan-tegangan menurut persamaan (6.3) dan regangan-regangan menurut persamaan (6.1) ke dalam persamaan (6.2) memberikan solusi dalam bentuk sistem persamaan :
          {R} – [K]  {d} = 0
dengan [K] adalah matrik kekakuan
          [K] = {A} [C] [B]
Vektor yang disebut generalisasi gaya-gaya titik {R} meliputi beban-beban eksternal  (kondisi batas) dan regangan-regangan awal serta tegangan-tegangan awal.
Biasanya material-material nyata tidak berperilaku menurut hubungan tegangan-regangan linier pada persamaan (6.3), tetapi formulasi non linier.
          F({s},{e})=0……………………………….…………………………………(6.4)
Untuk solusi numerik, pendekatan interatif sangat diperlukan. Pendekatan iteratif dilaksanakan dengan menyelesaikan problem linier beberapa kali dengan hukum yang ada pada persamaan (5.19), dimana parameter-parameter [C], {so} dan {eo} disesuaikan sampai persamaan (5.18) dan hubungan tegangan-regangan persamaan (6.4) memberikan solusi yang sama. Iterasi dilakukan dengan proses Newton Raphson yakni dengan cara mengatur dan menyesuaikan matrik [C], sebab matrik elastisitas merupakan fungsi dari harga regangan. Pada setiap iterasi matrik kekakuan [K] diformulasikan kembali dan kemudian dicari penyelesaiannya. Selama iterasi tegangan dapat dihitung setelah masing-masing tahap dari hubungan tegangan-regangan, kemudian perbedaan antara tegangan yang ada dan tegangan yang dihitung pada persamaan (6.4) digunakan sebagai beban pada iterasi berikutnya  (lihat Gambar 6.4).



Text Box: Tegangan
 


















Gambar 6.4. Metoda tegangan awal dan regangan awal.
Gambar 6.4 dapat dipakai sebagai ilustrasi pembebanan tersebut yang berkenaan dengan perbedaan tegangan sebesar Ds01. Jika regangan dapat dinyatakan secara eksplisit sebagai fungsi tegangan, ada baiknya jika digunakan metoda regangan awal. Pada cara ini parameter bebas yang terakhir pada persamaan (6.3) dan tegangan awal dicari penyelesaiannya. Berlainan dengan metoda tegangan awal, perbedaan tegangan sebesar Ds01 tidak diset sebagai beban yang baru, tetapi yang diset adalah perbedaan regangan sebesar De01.
Persamaan (6.4) diselesaikan dengan metoda Cholesky. Metoda ini didasarkan pada subsitusi matrik kekakuan [K] dengan matrik segitiga atas dan segitiga bawah. Besarnya bandwith ini dan memori utama yang dipakai tergantung pada jumlah maksimum node dan perbedaan node tersebut.
6.4. SOLUSI PROGRAM RHEO-STAUB
Program Rheo-Staub adalah salah satu permodelan numerik dari Finite Element Method (FEM) yang banyak dipakai. Program ini dikenalkan dan dikembangkan oleh Dr. P. Pritz dari Departement of Rock Engineering Federal Institute of Technology Zurich Switzerland.
Program Rheo-Staub dapat digunakan untuk menganalisis kasus-kasus dibawah tanah (terowongan, rumah pembangkit bawah tanah, lubang bukaan bawah tanah lainnya), untuk menganalisis distribusi tegangan dan perpindahan disekitar lubang bukaan, dan juga untuk menyelesaikan kasus-kasus umum geoteknik, mekanika batuan dan mekanika tanah dalam dua dimensi.
Keunggulan dari program ini adalah adanya kemungkinan untuk membuat model material sesuai dengan keinginan pemakai. Juga dapat digunakan oleh para enjinir yang tidak mempunyai latar belakang pengetahuan komputer untuk melakukan perhitungan investigasi dibelakang meja.
Hal-hal yang mendasar sebagai data masukan untuk menjalankan program  Program Rheo-Staub adalah :
1.      Geometri permodelan ; disusun dari beberapa elemen dan node dipilih dan disesuaikan atau mendekati dengan keadaan yang sebenarnya.
2.      Data material ; berupa sifat fisik dan mekanik massa batuan seperti specific weight (g), Poisson Ratio (n) dan Modulus Elastisitas (E).
3.      Sistem Pembebanan ; disesuaikan dengan pembebanan yang terjadi atau mendekati keadaan sebenarnya. Pembebanan dapat dilakukan dengan satu arah dan dua arah.
4.      Kondisi Batas ; Hal ini berdasarkan dari sistem pembebanan dan geometri model. Dimana ada salah satu atau lainnya dianggap atau diasumsikan tidak mengalami tegangan dan pergerakan.

6.5. KASUS

Salah satu kasus yang dapat dilakukan dengan Program Rheo-Staub adalah menganalisis distribusi tegangan dan perpindahan yang terjadi disekitar lubang bukaan (terowongan/tunnel). Kasus ini dapat digambarkan sebagai berikut.























(a)
 

 








Gambar 6.5.
(a) Lubang bukaan (Terowongan) yang terdapat di alam
(B) Model yang akan dibuat dalam Program Rheo-Staub

Data masukan untuk Program-Rheo-Staub adalah :
1.      Model yang dibuat bergeomteri 45 x 45 cm yang disusun dengan 800 elemen dan 440 titik simpul (node) dengan terowongan berbentuk bulat berdiameter 9 cm (jari-jari R = 4,5 cm).
2.      Sistem pembebanan dua arah, yakni tegangan vertikal (sv) dan tegangan horizontal (sv) sebesar 6 MPa.
3.      Data material massa batuan adalah specific weight (g) = 15 KN/m3, Poisson Ratio (n) = 0,3 dan Modulus Elastisitas (E) = 13 GPa dengan kondisi elastik.

6.6. HASIL PERMODELAN

Hasil permodelan berupa mesh program yang merupakan hasil data masukkan model yang dibuat dari gambar 6.5b, distribusi tegangan dan perpindahan, trajektori vektor perpindahan dan kontur tegangan (Gambar 6.6).


 















Gambar 6.6. Penomoran Titik Simpul  Model
Dari gambar 6.6. terlihat penomoran masing-masing titik simpul pada elemen-elemen yang dibentuk oleh model. Distribusi tegangan dan perpindahan dari model akan dihitung oleh Program Rheo-Staub dengan memberikan perintah untuk keluaran pada masing-masing node dan elemen, tapi dalam kasus ini dibuat perintah dengan keluaran pada node dan elemen tertentu (Tabel 6.1).





 


































Gambar 6.7. Trajektori Vektor Perpindahan  Model










 













 

 



Gambar 6.8. Kontur Tegangan s1 dari Model




 







 

 

 

 

 

 


Gambar 6.9. Kontur Tegangan s2 dari Model



6.7. ANALISIS HASIL PERMODELAN

Dari gambar 6.7 dan Tabel 6.1 terlihat bahwa distribusi tegangan dan perpindahan keluaran hasil permodelan terdapat pada elemen dan node tertentu. Untuk distribusi tegangan pada elemen 1, 11, 21, 29, 39, 47, 59 dan 71 (pada jarak 1R = jari-jari terowongan dari geometri lubang bukaan tersebut). Besar distribusi tegangan (s1) yang terjadi pada 1R atau di dinding terowongan adalah 12,5 MPa (sesuai dengan persamaan 3.4 adalah 2sv). Pada elemen 162, 220, 231,251, 261, 269 dan 279 (pada jarak 2R), distribusi tegangan (s1) yang terjadi adalah sebesar 7,25 MPa . Dan Pada elemen 322, 370, 380, 391, 411, 421, 429 dan 439 (pada jarak 3R) distribusi tegangan (s1) yang terjadi adalah sebesar 6,5 MPa (Relatif hampir sama dengan tegangan awal = 6 MPa).
Dengan demikian, distribusi tegangan yang besar terjadi pada 1R (di dinding) lubang bukaan, kemudian semakin jauh jarak R dari dinding lubang bukaan, maka distribusi tegangan akan relatif sama dengan tegangan awal.
Hal ini juga akan berlaku pada distribusi perpindahan yang terjadi pada 1R (pada node 1, 6, 11, 16, 21, 26 , 36), di 2R (pada node 121, 126, 131, 141, 146, 151 dan 156), dan di 3R (pada node 201, 206, 211, 211, 216, 221, 226, 231 dan 236).











Tidak ada komentar:

Posting Komentar