5. METODA ANALITIK DALAM
RANCANGAN
TEROWONGAN
Seperti yang telah diuraikan pada bab 4. bahwa metode analitik
digunakan untuk menganalisis tegangan dan deformasi disekitar lubang bukaan.
Teknik-teknik yang dipakai adalah solusi closed
from dan metode numerik yaitu :
-
Perhitungan numerik seperti
metode elemen hingga (finite elements methods), metode perbedaan hingga (finite
difference method), metode elemen batas (boundary elements method).
-
Simulasi analogi (analog
simulation) seperti analogi listrik dan fotoelastik.
-
Model fisik (physical
modelling) seperti penggunaan maket.
Namun pada bab
ini akan diuraikan tentang distribusi tengangan dan perpindahan disekitar
terowongan pada berbagai bentuk terowongan seperti ; lingkaran, tapal kuda,
empat persegi (kubus) dan bentuk ellips dengan formulasi dan sekilas permodelan
numerik.
5.1. Distribusi Tegangan Sebelum Dibuat terowongan
Dibuatnya suatu terowongan (lubang bukaan) pada massa batuan, akan
mengakibatkan perubahan distribusi tegangan pada massa batuan tersebut, terutama di dekat
lubang bukaan tersebut. Sebelum lubang bukaan dibuat, pada titik-titik di dalam
massa batuan
bekerja tegangan mula-mula (initial stress). Tegangan mula-mula pada suatu
titik dalam massa batuan
merupakan hasil dari berbagai peristiwa geologi dalam massa batuan. Oleh karena itu tegangan
mula-mula yang ada pada massa
batuan, mungkin merupakan resultan dari beberapa kondisi tegangan yang telah
ada sebelumnya.
Namun tegangan mula-mula ini masih sukar diketahui secara tepat, baik besarnya maupun arahnya.
Umumnya tegangan mula-mula dibagi 3
macam, yaitu ;
1.
Tegangan gravitasi yang terjadi
karena berat dari tanah atau batuan yang
berada diatasnya (overburden)
2.
Tegangan tektonik yang terjadi
akibat pergerakan kulit bumi yang terjadi pada waktu yang lampau maupun saat
ini.
3.
Tegangan sisa adalah tegangan
yang masih tersisa, walaupun penyebab tegangan tersebut sudah hilang yang berupa panas ataupun pembengkakan pada
kulit bumi.
Jika tegangan tektonik dan tegangan sisa tidak ada atau dapat
diabaikan karena kecilnya pada suatu daerah
yang akan dibuat lubang bukaan
maka tegangan mula-mula hanya berupa tegangan gravitasi yang dapat
dihitung secara teoritis sebagai berat persatuan luas dari tanah atau batuan
yang terdapat di atasnya, atau dapat ditulis sebagai berikut.
= g . H....................................................................................................
(5.1)
Keterangan ;
so = Tegangan mula-mula (kPa)
g =
Density tanah atau batuan di atasnya (kN/m3)
H = Jarak dari permukaan tanah (m)
Persamaan 5.1 merupakan nilai
kompenen tegangan awal vertikal (
). Komponen tegangan awal horisontal (
) dapat ditentukan dari komponen tegangan vertikal awal (sv ) dengan persamaan ;
sh = k .sv ........................................................................................................................................ (5.2)
dimana ;
- Untuk material
elastik
- Dalam keadaan
tegangan hidrostatik, k = 1
-
= Poisson’s
ratio
5.2.
Distribusi Tegangan pada TEROWONGAN
BENTUK Lingkaran.
Gambar 5.1. menunjukkan bahwa distribusi tegangan dan
perpindahan yang terjadi karena adanya
lubang bukaan berbentuk lingkaran dengan jari-jari a di
dalam massa
batuan yang bersifat homogen dan isotrop, dengan beban biaxial serta kondisi
regangan bidang, dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Kirsch (1898) ;
Tegangan Radial :
srr =
........................... (5.3)
Tegangan
tangensial :
sqq =
...................................... (5.4)
Gambar 5.1. Distribusi
tegangan dan terpindahan di sekitar lubang bukaan lingkaran
dengan
tegangan awal biaksial.
Tegangan Geser :
trq =
......................................................... (5.5)
Perpindahan
radial:
mr
= 
............................ (5.6)
Perpindahan tangensial :
mq = 
....................................... (5.7)
Keterangan ;
sv = Tegangan vertikal yang
bekerja pada massa
batuan
r =
Jarak dari titik pusat lingkaran ke suatu titik didalam massa batuan
a =
Jari-jari lingkaran
E =
Modulus Elastisitas
= Sudut yang
dibentuk terhadap sumbu vertikal
Dengan memasukkan nilai a = r atau di dinding lubang bukaan ke persamaan (5.3 dan 5.4).
Konsentrasi tegangan tangensial (sq) terhadap tegangan vertikal (sv)
dengan kondisi k =1, k = ½ dan k = 1/3 dapat di lihat pada Tabel 3.1 dan
Gambar 5.2. Tabel 5.1 menunjukkan bahwa tegangan tangensial (sq) yang bekerja pada kondisi k
= 1 sebesar 2sv.
Tegangan tangensial maksimum terjadi pada kondisi k = 1/3 di q = 0o sebesar 2,7sv, dan tegangan tengensial minimum
dengan nilai nol terjadi pada kondisi k = 1/3 di q = 90o. Sedangkan tegangan radial (sr) yang bekerja di dinding lubang
bukaan sama dengan nol.
Tabel 5.1.bKonsentrasi
Tegangan Tangensial (sq) Terhadap Tegangan Vertikal (sv)
di dinding Lubang Bukaan
Lingkaran (a = r)
q
|
|
sq/sv
|
|
K = 1
|
k = ½
|
k = 1/3
|
0
|
2
|
2.5
|
2.7
|
15
|
2
|
2.4
|
2.6
|
30
|
2
|
2.0
|
2.0
|
45
|
2
|
1.5
|
1.3
|
60
|
2
|
1.0
|
0.7
|
75
|
2
|
0.6
|
0.2
|
90
|
2
|
0.5
|
0.0
|
Gambar 5.2 Kurva konsentrasi tegangan tangensial (sq) terhadap tegangan vertikal (sv)
di dinding
lubang bukaan lingkaran (a = r) dengan kondisi
k = 1, k =
½ dan
k = 1/3 (Duvall, 1967).
Jika nilai r/a dimasukkan pada persamaan (5.3) dan (5.4) dengan q = 0, konsentrasi tegangan di sekitar dinding lubang bukaan
lingkaran dapat dilihat pada Tabel 5.2 dan Gambar 5.3. Gambar 5.3 menunjukkan
tegangan tangensial (sq) dan tegangan radial (sr) berubah
secara signifikan pada r < 2a. Hal ini disebabkan adanya pengaruh bentuk
lubang bukaan. Sedangkan pada r > 2a tegangan tangensial (sq) dan tegangan radial (sr) relatif semangkin berkurang dengan bertambahnya jarak r dari batas
lubang bukaan.
Pada batas lubang bukaan (r/a = 1), yang bekerja hanya tegangan
tangensial (sq), sedangkan tegangan radial (sr) sama dengan
nol. Tegangan radial (sr) bekerja jika r/a > 1.
Tabel
5.2. Tegangan Tangensial (sq) dan Tegangan Radial (sr)
Terhadap Tegang Vertikal (sv)
di sekitar dinding
lubang bukaan lingkaran Pada berbagai jarak r dan kondisi k = 1, k = ½ dan k = 1/3.
|
|
|
|
|
|
|
r/a
|
|
sq/sv
|
|
|
sr/sv
|
|
|
k = 1
|
k = ½
|
k = 1/3
|
k = 1
|
k = ½
|
k = 1/.3
|
1
|
2.00
|
2.50
|
2.70
|
0.00
|
0.00
|
0.00
|
2
|
1.25
|
1.23
|
1.23
|
0.75
|
0.52
|
0.44
|
3
|
1.11
|
1.09
|
1.09
|
0.89
|
0.52
|
0.39
|
4
|
1.06
|
1.05
|
1.05
|
0.94
|
0.51
|
0.37
|
5
|
1.04
|
1.03
|
1.03
|
0.96
|
0.51
|
0.36
|
6
|
1.03
|
1.02
|
1.02
|
0.97
|
0.51
|
0.35
|
Gambar
5.3. Kurva tegangan tangensial dan tegangan radial terhadap tegangan vertikal
disekitar dinding lubang bukaan lingkaran pada tegangan biaksial dengan kondisi
k=1, k= ½ dan k=1/3 (O.Leonard and W.I. Duvall, 1967).
Persamaan (5.6 dan 5.7) menunjukkan perpindahan yang
terjadi di sekitar lubang bukaan lingkaran, jika r = a dimasukkan ke dalam
persamaan (5.6 dan 5.7), maka persamaan tersebut menjadi ;
mr =
................................................. (5.8)
mq =
.................................................................... (5.9)
Dengan memasukkan a = r dan u = 0.25 ke dalam persamaan (5.8) dan (5.9) dengan q = 0o s/d 90o. Perpindahan radial dan
perpindahan tangensial diubah dalam bentuk
mr.E/sv.a dan mq.E/sv.a
maka perubahan nilai perpindahan dapat dilihat pada tabel (5.3 dan 5.4) dan
Gambar (5.4 dan 5.5). Gambar 5.4 dan 5.5 menunjukkan perubahan nilai perpindahan yang merupakan fungsi sudut (q) dan kondisi k.
Tabel 5.3. Perpindahan
radial (mr.E/sv.a) di dinding lubang
bukaan lingkaran
(a = r, q = 0o s/d 90o) dengan kondisi k = 1, k =
½ dan k = 1/3.
qo
|
mr.E/sv.a
|
k = 1
|
k = ½
|
k = 1/3
|
0
|
1.88
|
0.47
|
-0.01
|
10
|
1.88
|
0.53
|
0.07
|
20
|
1.88
|
0.69
|
0.28
|
30
|
1.88
|
0.94
|
0.62
|
40
|
1.88
|
1.24
|
1.03
|
50
|
1.88
|
1.57
|
1.46
|
60
|
1.88
|
1.88
|
1.88
|
70
|
1.88
|
2.12
|
2.21
|
80
|
1.88
|
2.29
|
2.43
|
90
|
1.88
|
2.34
|
2.50
|
Gambar 5.4. Kurva perpindahan
radial (mr.E/sv.a) di dinding lubang
bukaan lingkaran
(a = r, q = 0o s/d 90o) dengan kondisi k = 1, k =
½ dan k = 1/3.
Tabel
5.4. Perpindahan Tangensial (mq.E/sv.a)
di dinding lubang
bukaan lingkaran
(a
= r, q = 0o s/d 90o)
dengan kondisi k = 1, k = ½ dan k = 1/3.
qo
|
|
mq.E/sv.a
|
|
|
k = 1
|
K = 1/2
|
k = 1/3
|
0
|
0
|
0.00
|
0.00
|
10
|
0
|
0.16
|
0.22
|
20
|
0
|
0.60
|
0.81
|
30
|
0
|
0.81
|
1.09
|
40
|
0
|
0.92
|
1.24
|
50
|
0
|
0.92
|
1.24
|
60
|
0
|
0.81
|
1.09
|
70
|
0
|
0.60
|
0.81
|
80
|
0
|
0.16
|
0.22
|
90
|
0
|
0.00
|
0.00
|
Gambar 5.5. Kurva perpindahan
Tangensial (mq.E/sv.a) di dinding
lubang bukaan lingkaran (a = r, q = 0o s/d 90o) dengan kondisi k = 1, k = ½ ,
dan k = 1/3.
5.3. Distribusi Tegangan TEROWONGAN
Berbentuk Ellips
Distribusi tegangan di dinding lubang bukaan ellips
diorientasikan dalam bentuk geometri lubang bukaan, yaitu lubang bukaan ellips
horizontal dan ellips vertikal seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.6.(a) dan
(b).
Dalam tegangan biaksial, tegangan tangensial pada sumbu
bukaan berbentuk ellips dengan tinggi H dan lebar W menurut teori elastik dapat dituliskan sebagai berikut .
Pada titik A (di
atap)
atau ........................... (3.10)
Pada titik B (di dinding)
atau ………………(3.11)
Gambar 5.6
(a).
Distribusi tegangan tangensial disekitar dinding lubang bukaan ellips
horizontal.
(b).Distribusi
tegangan tangensial disekitar dinding lubang bukaan ellips vertikal.
Dengan mengasumsikan sA = sB,
maka
=
Tegangan tangensial-tegangan tangensial disekitar lubang bukaan ellips akan identik,
jika perbandingan W/H sama dengan sh/sv.
Distribusi tegangan tangensial disekitar dinding lubang bukaan
Ellips yang merupakan perbandingan antara H dan W terhadap tegangan vertikal
dengan kondisi tegangan secara monoaksial (sh = 0) dan kondisi biaxial (sh = sv) dapat dilihat Tabel 5.5.
Tabel 5.5. Tegangan Tangensial (sq) pada sumbu Lubang bukaan berbentuk Ellips terhadap tegangan
vertikal,sv
(Duffaut, 1981)
Lubang
Bukaan Ellips
H / W
|
Tegangan Tangensial terhadap tegangan vertikal (sq/sv)
|
Titik A (Atap)
|
Titik B (Dinding)
|
sh = 0 (k=0)
|
sh = sv (k=1)
|
sh = 0 (k=0)
|
sh = sv (k=1)
|
Ellips Horizontal :
½
2/3
Ellips Vertikal :
2
3/2
|
-1
-1
-1
-1
|
1
4/3
4
3
|
5
4
2
7/3
|
4
3
1
4/3
|
5.4. Distribusi Tegangan
TEROWONGAN
BERbentuk
Tapal Kuda
Pada kasus lubang bukaan berbentuk tapal kuda, tegangan
maksimum pada atap dan dinding di batas lubang bukaan seperti yang ditunjukan
pada Gambar 5.7. Tegangan maksimum pada atap (A) diberikan oleh persamaan (Hoek
& Brown, 1980) ;
= ( 3.2 k – 1 )
....................................................................................... (5.12)
Sedangkan pada dinding (B)
lubang bukaan, tegangan maksimumnya adalah (Hoek & Brown, 1980) ;
= ( 2.3 – k )
.................................................................................... (5.13)
Tabel 3.6. memperlihatkan perbandingan tegangan yang bekerja di atap dan dinding batas lubang
bukaan tapal kuda. Tegangan yang bekerja hanya tegangan tekan, sedangkan
tegangan tarik tidak terjadi untuk k = 1, k = ½ , dan k = 1/3.
Gambar 5.7.
Distribusi Tegangan Pada Atap dan Dinding Tapal kuda
Tabel 5.6.Perbandingan Tegangan (sq/sv) Pada atap dan dinding Tapal Kuda
(Hoek &
Brown, 1980)
Tegangan horisontal sebelum penggalian lubang bukaan
( )
|
Perbandingan tegangan sesudah pengalian lubang
bukaan (sq/sv)
|
A
|
B
|
|
2.2
0.6
0.1
-1.0
|
1.3
1.8
1.9
2.2
|
5.5. Distribusi Tegangan TEROWONGAN Bujur Sangkar
Gambar 5.8 menggambarkan distribusi tegangan tangensial
pada batas lubang bukaan bujur sangkar dengan sisi lubang tidak berbentuk tajam
(curving). Dari Gambar ini terlihat
bahwa terjadi konsentrasi tegangan tangensial yang cukup tinggi pada setiap
sudut lubang bukaan jika dibandingkan dengan daerah yang lain di batas lubang
bukaan. Tabel 5.7 memperlihatkan perbandingan tegangan yang bekerja di atap dan di dinding batas lubang
bukaan berbentuk bujur sangkar untuk k =
1, k = ½ , dan k = 1/3.
Tegangan maksimum di atap (A) lubang bukaan bujur
sangkar dapat ditentukan dengan persamaan tegangan sebagai berikut (Hoek & Brown, 1980).
= ( 1.9 k – 1 )
................................................................................................ (5.14)
Sedangkan pada dinding (B) lubang bukaan, tegangan
maksimumnya adalah (Hoek & Brown, 1980);
= ( 1.9 – k )
................................................................................................... (5.15)
Tabel 5.7. Perbandingan
Tegangan (sq/sv) Pada atap dan dinding Bujursangkar
(Hoek &
Brown, 1980).
Tegangan horisontal sebelum
penggalian lubang bukaan ( )
|
Perbandingan tegangan sesudah
pengalian lubang bukaan (sq/sv)
|
A
|
B
|
|
0.90
-0.05
-0.37
-1.00
|
0.90
1.40
1.56
1.90
|
Gambar 5.8. Distribusi
Tegangan Pada Atap dan Dinding Bujursangkar
ndk jelas
BalasHapus